Menghidupkan Kembali Gagasan Zakat Produktif KH. Sahal Mahfudz

Foto: Dr. KH. Rofiq Mahfudz, M.Si (Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah, Pengasuh Pondok Pesantren Ar-Rois Cendekia Semarang)

Oleh: Dr. KH. Rofiq Mahfudz, M.Si
(Wakil Sekretaris PWNU Jateng)

Nujateng.com—Zakat merupakan salah satu ibadah yang mengandung muatan sosial. Umat muslim ketika Idul Fitri diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah. Kewajiban zakat ini turun pada tahun kedua hijriah tepat sebelum disyariatkannya kewajiban puasa. Jadi, zakat menjadi rukun Islam yang ketiga secara urut-urutan. Sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”. (QS. Al-Baqarah [2]: 43).

Perintah zakat di dalam hadis juga disebutkan dalam salah satu sabda Rasulullah Saw sebagai berikut:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ. رواه البخاري و مسلم

Artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menunaikan zakat wajib hukumnya sebagaimana yang disepakati para ulama bagi orang yang memenuhi kriteria sebagai berikut: beragama Islam, merdeka (bukan budak), dan mempunyai makanan pokok pada saat Idul Fitri (untuk siang dan malamnya). Ini berlaku baik bagi laki-laki, perempuan, anak kecil, orang dewasa, orang merdeka atau hamba sahaya (yang muba’adh).

Dari sini dapat kita lihat bahwa zakat selain menjadi salah satu indikator keimanan seorang muslim, zakat juga merupakan bentuk komitmen solidaritas seorang muslim dengan muslim yang lain. Zakat adalah ibadah yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Dengan zakat, setidaknya umat muslim yang kurang mampu dapat merasakan hangatnya persaudaraan antar umat muslim. Dengan berzakat, golongan yang mampu (muzakki) dapat mendistribusikan sebagian hartanya kepada golongan fakir miskin (mustahiq).

Gagasan Zakat Produktif KH. Sahal Mahfudz

Namun, dalam praktiknya zakat seringkali hanya sekedar dihabiskan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan tidak berkelanjutan. Salah satu ulama yang menyorot kecenderungan ini adalah KH. Sahal Mahfudz. KH. Sahal Mahfudz merupakan Kiai tradisional cum pemikir yang dimiliki oleh warga Nahdliyyin. Sangat jarang sekali sosok seperti KH. Sahal Mahfudz. Beliau concern pada gagasan Fiqih yang bersifat kontekstual. Salah satu karya beliau yang amat tersohor adalah Nuansa Fikih Sosial, yang menghendaki fiqh agar mampu menyelesaikan problem sosial kemasyarakatan.

Dalam gagasannya tentang zakat, menurut Kiai Sahal, begitu sapaan akrab beliau, zakat mesti dikelola secara produktif. Zakat harusnya dapat memberdayakan penerima zakat (mustahiq) agar mampu menghasilkan sesuatu secara sustainable dengan harta zakat yang telah diterimanya. Maksudnya, dana zakat tersebut diberikan untuk dikembangkan, sebagai contoh digunakan untuk membuka usaha yang mampu memenuhi kebutuhan hidup mustahiq agar tidak dihabiskan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan sementara.

Kiai Sahal tidak sekedar memandang zakat sebagai ibadah rutinan yang dilakukan setiap tahun namun tidak berdampak secara signifikan bagi fakir miskin. Lebih dari itu, Kiai Sahal mendorong agar zakat mampu mencegah terjadinya kecemburuan dan kesenjangan sosial yang mengganggu keharmonisan masyarakat.

Kiai Sahal juga merumuskan tata cara pengelolaan zakat produktif ini. Yang dilakukan pertama kali adalah dengan menginventarisir atau menyensus ekonomi umat Islam. Cara ini dilakukan untuk mengidentifikasi mana umat Islam yang mampu dan tidak. Kedua dengan membentuk panitia yang terdiri dari para aktivis yang mempunyai keahlian dalam bidang ekonomi. Ketiga panitia mengelola dana dari golongan orang-orang yang mampu termasuk kategori muzakki. Keempat panitia mendistribusikan zakat dengan cara bassic need approuch.

Pendekatan bassic need approuch dilakukan dalam rangka mengetahui kebutuhan dasar masyarakat miskin, sekaligus untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut. Adakalanya disebabkan kekurangterampilan atau memang keterbelakangan ekonomi, maka dalam hal ini mesti adanya suatu upaya agar mereka dapat maju, tidak terbelakang lagi. Bisa juga karena kurangnya sarana prasarana, sehingga mereka menjadi miskin. Jika demikian, cara untuk mengentaskan kemiskinan tersebut adalah dengan melengkapi sarana prasarana yang dibutuhkan. Pendekatan bassic need approuch ini diperlukan untuk mengatasi kemiskinan dengan memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin.

Disamping pembagian dana zakat melalui pendekatan bassic need approuch, Kiai Sahal juga melembagakan dana zakat melalui koperasi. Cara operasionalnya, dana zakat yang sudah terkumpul nantinya tidak langsung dibagikan dalam bentuk uang, akan tetapi dikelola sedemikian rupa yang masih dalam koridor fiqh. Mustahik diberi zakat berupa uang namun ditarik kembali sebagai tabungan mustahik untuk keperluan pengumpulan modal. Dengan cara ini, mustahiq dapat menggunakan modal yang telah terkumpul untuk membuka sebuah usaha yang sustainable. Sangat mungkin pula mereka diberikan modal berupa alat-alat sesuai keahlian masing-masing atau diberikan modal dagang yang cukup agar mereka dapat memperbaiki taraf hidupnya dan tidak selalu bergantung pada pemberian orang lain.

Imam Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, dalam kitab Fathul Muin menerangkan kebolehan penyaluran harta zakat sesuai kebutuhan mustahik. Redaksinya sebagai berikut:

فيعطى كلّ منهما إن تعوّد تجارة رأس مال يكفيه ربحه غاليّا أوحرفة ألتها …

Artinya, “Maka keduanya, fakir dan miskin, diberikan harta zakat dengan cara: Bila ia bisa berdagang, diberi modal berdagang yang diperkirakan bahwa keuntungannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya; bila ia bisa bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya…”

Saya kira sangat penting sekali menghidupkan gagasan Kiai Sahal ini untuk diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat kita, khususnya dalam persoalan pengelolaan dana zakat. Zakat mesti dikelola secara produktif. Ini perlu dilakukan, sebagaimana Kiai Sahal resahkan, agar zakat tidak habis sekedar untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan sementara. Jika hal ini diterus-teruskan, jangan berharap fakir miskin berubah status sosialnya menjadi masyarakat yang berdaya.

https://nujateng.com/2023/04/pengertian-zakat-produktif-kh-sahal-mahfudz/

Author: nu jateng