Kondisi Peradaban Dunia saat Al-Qur’an diturunkan

Credit: Dr. KH. Rofiq Mahfudz, M.Si.

Oleh: Dr. KH. Rofiq Mahfudz, M.Si. (Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah dan Pengasuh Pesantren Ar-Ro’is Cendikia Kota Semarang)

Kemarin kita baru saja meninggalkan bulan Ramadhan, salah satu bulan yang diistimewakan dalam agama Islam. Allah swt menjadikan bulan suci ini menjadi bulan jihad atau bulan menguji kesungguhan iman para hambanya dengan berpuasa selama satu bulan penuh. Di bulan ini seluruh umat Islam dilatih secara langsung oleh Allah swt agar mampu memiliki karakter yang baik dan mampu mengendalikan diri sendiri. Selama berpuasa kita dianjurkan untuk menahan segala hal mulai dari lapar, dahaga hingga amarah mulai dari imsak atau terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Aktifitas ini merupakan Pendidikan spiritual secara langsung dari Allah swt untuk membangun kepribadian para hambanya.

Sehingga, Ramadhan disebut dengan bulan untuk bermalas-malasan itu tidak dapat dibenarkan hal ini sejalan dengan sejarah dan kisah terdahulu bahwa peristiwa kemenangan banyak terjadi pada bulan Ramadhan misalnya Fathu Makkah atau kembalinya Nabi Muhammad saw ke Makkah dengan membawa kemenangan terjadi pada bulan Ramadhan kemudian pada bulan ini juga terjadi perang Badar dimana pasukan kaum muslimin terbilang sedikit dibandingkan pasukan kaum kafir namun diberi keistimewaan kemenangan oleh Allah swt.

Selain itu, bulan Ramadhan juga dicatat sebagai bulan diturunkannya Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. Kitab suci terakhir yang melengkapi ajaran-ajaran para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad saw. Para ulama berpendapat bahwa Al-Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan karena hari tersebut adalah hari dipertemukannya dua golongan antara kaum muslimin dan kafir. Argument ini dikuatkan dengan Al-Quran surat Al-Anfal ayat 41:

“Dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Anfal 41)

Sementara dalam ayat yang berbeda Al-Quran juga menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul Qadar yaitu sebuah malam yang sangat diistimewakan karena beribadah pada malam tersebut pahalanya dilipatgandakan sebagaimana seribu bulan. Akan tetapi terjadinya malam Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah swt untuk menguji seberapa kuat kualitas keimanan hambanya.

Dunia Di Bawah Cengkraman Jahiliyyah

Kita kembali mengenang pada 15 abad yang lalu dimana dunia sedang mengalami krisis kemanusiaan. Dunia diselimuti masa kelamnya, semua kelompok, negara dan kerajaan menerapkan sistem jahiliyyah. Mengutip argumen yang sering disampaikan oleh Prof. KH. Said Aqil Siradj bahwa bangsa barat dikenal dengan kemajuanya pada saat itu, negara mereka adalah Romawi di bawah kekuasaan para kaisar sementara agama yang dipeluk mayoritas Katolik dan kitab sucinya adalah Bible. Negara tersebut juga sudah memiliki hukum yang tersusun dalam perundang-undangan yang komprehensif.

Namun dibalik kemegahannya itu, Romawi masih menerapkan sistem perbudakan yang sangat mengerikan. Manusia yang terlahir tanpa ada singgungan dengan penguasa tidak begitu dihargai, para budak adalah manusia yang dihinakan mereka digunakan sebagaimana barang kepemilikan artinya boleh dijual, disewa, digadai dan diadu dalam pertunjukan gladiator.

Pertunjukan gladiator tersebut adalah pertarungan bersenjata untuk menghibur para penonton yang meliputi petinggi negara, pemuka agama dan masyarakat umum. Para gladiator merupakan sukarelawan yang mempertaruhkan kehidupan sosial dan nyawa mereka di dalam arena pertarungan. Sebagian besar, mereka adalah para budak yang direndahkan dan terpinggirkan secara sosial dan dikesampingkan bahkan setelah mati.

Para budak manusia ini dididik dengan keras oleh majikanya untuk bisa memenangkan pertarungan gladiator. Pertunjukan ini sangat tidak memanusiakan manusia karena ada kesenjangan sosial sehingga muncul kelas yang mendiskriminasi yang lemah. Hal ini adalah contoh kejahiliyahan di barat.

Kemudian di wilayah timur juga ada negara yang sangat kuat yaitu Persia atau Babilonia. Negara ini mayoritas agamanya Zoroaster yang memiliki kitab suci Avista Sandinista juga memiliki aturan yang dikumpulkan menjadi piagam namanya Hammurabi. Namun tidak terlalu mengenal dunia perbudakan namun para rajanya sangat zalim dan tidak adil terhadap masyarakatnya. Hukum yang berlaku di sana sangat tajam kebawah dan tumpul ke atas sehingga apabila ada masyarakat biasa melanggar akan dihukum secara keji.

Dengan demikian, dunia di timur dan barat sedang mengalami krisis kemanusiaan hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi di Makkah. Pada masa sebelum Al-Quran diturunkan, Makkah adalah kota yang memiliki sistem jahiliyah yang sempurna. Masyarakat Makkah mengaku sebagai penganut agama nenek moyang Ibrahim namun mereka menyembah patung-patung atau berhala yang mereka pahat sendiri.

Makkah yang terdiri dari berbagai suku memiliki hukum yang melegalkan perbudakan sama seperti di negara lainya. Selain itu, mereka juga memiliki budaya mengubur hidup-hidup anak perempuanya yang tidak bisa berkontribusi untuk sukunya. Dalam kitab Nurul Yaqin disebutkan bahwa anak perempuan yang tidak bisa bertanding ia akan dikubur hidup-hidup.

Dalam bidang pendidikan mereka kurang mampu masih kalah maju dengan negara lain seperti Persia, Mesir dan Barat. Masyarakat Makkah rata-rata tidak bisa menulis dan membaca. Sehingga Nabi Muhammad saw pun dikenal dengan Nabi ummi tidak bisa baca dan tulis. Namun umminya Nabi merupakan rencana suksesi menjadi utusan yang sudah direncanakan oleh Allah swt.

Sebab, apabila Nabi Muhammad saw bisa menulis dan membaca masyarakat Makkah akan mudah mengira bahwa Al-Quran adalah karya Nabi Muhammad sendiri (bukan wahyu) sehingga nantinya kurang dipercaya.

Wahyu Al-Quran

Seiring berjalanya waktu, ketika masyarakat Makkah semakin memburuk Nabi Muhammad memutuskan untuk tahannus dengan menyendiri dalam gelap untuk merenungi segala kejadian yang terjadi. Namun tidak disangka-sangka pada malam itu juga malaikat Jibril datang membawa wahyu pertamanya yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Makna ayat yang pertama kali turun itu memiliki arti yang luas dan mendalam, Nabi Muhammad saw didikte oleh Allah swt melalui Jibril untuk membaca, mengamati kondisi sosial masyarakatnya untuk membangun umat yang dikehendaki oleh Allah swt.

Sehingga dengan turunya  wahyu pertama (Iqra bismirabbik) Nabi membangun umat Islam dengan visi misi yang diajarkan oleh Al-Quran agar membentuk umat yang dikehendaki oleh Allah swt. Jauh setelah itu turunlah ayat 2 surat Al-Baqarah:

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Dalam ayat tersebut Allah menjadikan kita sebagai umat yang moderat, agar semuanya berperan di tengah masyarakat dan puncaknya adalah peran kemanusiaan. Sehingga pada hakikatnya Al-Quran adalah wahyu yang sangat ilmiah dan rumus untuk membangun peradaban (wahyul ilmi wa tsaqofah, wahyul ilmi wa adab) dan sebuah kamus untuk membentuk kehormatan manusia (wahyul insaniyyah). Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Al-Quran itu di dalamnya tidak hanya menerangkan soal Syariah dan Aqidah saja melainkan Al-Quran adalah rumus membangun keunggulan umat yang mulia dengan cara menumbuhkan berbagai peran dari berbagai bidang keilmuan, mulai peran ekonomi, sosial, budaya, politik hingga pada puncaknya adalah peran kemanusiaan.

https://nujateng.com/2023/04/kondisi-peradaban-dunia-saat-al-quran-diturunkan/

Author: nu jateng