Urgensi Donor Darah di Masa Pandemi

Oleh Prakoso Permono
 

Ramadhan 1442 Hijriah sudah berlalu. Zakat fitrah, zakat mal, infak, sedekah, dan fidyah tunai sudah. Bila direfleksikan, amalan-amalan itu adalah aspek sosial yang tidak terlepaskan dari pelajaran tersirat Ramadhan sebagai bulan kedermawanan. Kini kita yang telah lulus dari bulan tarbiyah ini terus-menerus perlu diingatkan untuk tetap konsisten dalam amal-amal sosial pasca-kelulusan kembali ke fitrah. Sayangnya di antara amaliyah sosial itu kita kerap melewatkan salah satu amaliyah utama dan bahkan menjadi amal yang mendesak pada masa pagebluk ini, yakni amaliyah donor darah. 

Bila dilacak, sejak pandemi tiba di Indonesia pada awal tahun lalu kita disuguhkan pada pemberitaan kebutuhan stok darah di berbagai kota yang terus meningkat. Peningkatan kebutuhan ini nyaris berbanding terbalik dengan jumlah kesediaan para pendonor darah. Grup-grup media sosial kita juga kerap kali diisi dengan informasi kebutuhan darah kolega serta sanak famili, termasuk juga kebutuhan plasma konvalesen yang merupakan komponen darah dari penyintas Covid-19 yang dikembangkan sebagai terapi untuk meringankan gejala penderita Covid-19 yang tengah dirawat di rumah sakit. 

Fakta ini mestinya mengusik nurani setiap kita. Pada pertengahan tahun 2020 misalnya, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menuturkan bahwa stok darah PMI turun hingga 50% menyusul pandemi Covid-19. Pada awal 2021 Jusuf Kalla juga menyampaikan demi memenuhi kebutuhan plasma konvalesen untuk terapi Covid-19 maka Palang Merah Indonesia masih membutuhkan lima kali lipat jumlah donor penyintas Covid-19 setiap harinya. Berdasarkan pengalaman, angka kelangkaan ini meningkat seiring dengan tibanya puasa Ramadhan, oleh sebab itu angka-angka defisit ini adalah pukulan telak bagi kita semua sekaligus pada saat yang sama merupakan kritik bagi budaya filantropi umat Islam. 

Padahal paling tidak terdapat tiga alasan donor darah merupakan amaliyah utama pada masa pagebluk Covid-19. Pertama, donor darah merupakan upaya kita untuk menyelamatkan nyawa. Satu kantung darah yang dibagi dalam bentuk kantung darah merah, plasma, dan trombosit dapat menyelamatkan tiga nyawa sekaligus. Oleh sebab itu mendonorkan darah sejatinya senapas dengan seruan surat al-Maidah: 32, “Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.” Pada saat yang bersamaan, mendonorkan darah yang pasti didahului dengan pemeriksaan kesehatan dan diakhiri dengan pemeriksaan kelayakan darah mengandung semangat disyariatkannya ajaran Islam, hifzun nafs, menjaga nyawa orang lain sekaligus memelihara kesehatan pribadi. 

Kedua, mendonorkan darah dengan fadhilah menyelamatkan nyawa manusia merupakan salah satu model amaliyah yang diisyaratkan Nabi. Dalam dawuhnya Nabi menyebut “amalan yang paling dicintai Allah adalah yang berkelanjutan sekalipun sedikit” (HR Muslim). Bercermin pada hadits tersebut jelas bahwa donor darah yang secara rutin dilakukan setiap dua bulan sekali atau dua pekan sekali untuk donor plasma merupakan amaliyah yang berkesinambungan, ditambah dengan kualitasnya yang lagi-lagi begitu mulia, menyelamatkan nyawa manusia. Maka donor darah tentu memenuhi isyarat kuantitas dengan konsistensi dan kualitas dengan dampak yang diberikan. 

Selain dua aspek tersebut, amaliyah donor darah merupakan aktualisasi nyata umat Islam sebagai rahmatan lil alamin, penebar kasih untuk seluruh alam. Islam sebagai agama merupakan rahmat bagi alam dan seisinya. Namun sayang dalam aktualisasinya kerap kali kita menjumpai bentuk-bentuk intoleransi hingga kekerasan atas nama agama yang seluruhnya bertentangan dengan nilai fundamental iman Islam. Lantas mengapa donor darah menjadi amaliyah lengkap umat rahmatan lil alamin? Jawabannya ialah sebab donor darah tidak mengenal diskriminasi dan tidak membedakan manusia, entah apa latar belakang iman, status sosial, bahkan pilihan politik. Semuanya murni diberikan untuk kemanusiaan dalam semangat yang satu, padu, dan utuh. Sungguh ekspresi kerahiman yang luar biasa. 

Oleh sebab itu, merefleksikan Ramadhan sebagai bulan kedermawanan dan kesetiakawanan sosial yang telah berlalu serta paceklik kebutuhan darah pada masa pandemi ini kita semua diundang untuk membumikan amaliyah donor darah melalui unit donor darah di rumah sakit dan Palang Merah Indonesia terdekat. 

Prakoso Permono, Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Pramuka Penerima Lencana Teladan dari Presiden RI; Co – Founder @pramukadonordarah 
 

https://www.nu.or.id/post/read/129001/urgensi-donor-darah-di-masa-pandemi