Oleh: Ahmad Nahrowi
Pagi hari kala itu, wilayah persawahan di Desa Bendo Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, terlihat asri. Kombinasi warna hijau tanaman padi bersatu padu dengan aktivitas petani. Namun, keasrian itu berubah menjadi runyam tatkala terdengar suara orang berteriak minta tolong, dari tengah sawah, warga yang mendengar pun berhamburan menuju sumber suara.
Ternyata ditemui ada empat nenek-nenek buruh tani yang hendak matun atau menyiangi sawah, tiga di antaranya tersengat listrik. Ketiganya adalah Painah (55), Ngadinem (54), dan Rakiyem (56). Satu orang yang selamat bernama Sri Turun (63). Setelah ditelusuru, aliran listrik tersebut bersumber dari sebuah kawat panjang yang dialiri listrik sebagai jebakan tikus, terpasang di pematang sawah.
Di hari yang sama, 22 April 2021, masih di Kabupaten Sragen, seorang petani bernama Suyadi Siswanto (60) menemui ajalnya saat kakinya tak sengaja menginjak kawat jebakan tikus ini. Tragedi petani meregang nyawa gagara kesetrum jebakan tikus ini tidak hanya terjadi sekali dua kali di Kabupaten Sragen. Media Joglosemarnews.com memberitakan sudah ada 15 nyawa melayang dengan percuma.
Tragedi ini bak senjata makan tuan. Manusia memasang perangkap tikus, nahasnya malah manusia sendiri yang terjerat dan akhirnya nyawanya terputus. Lima belas orang kehilangan nyawa, belum lagi yang dirawat di rumah sakit. Namun, jumlah tersebut tidak membuat ciut nyali sebagian dari para petani, mereka tetap kukuh memasang jebakan tengkorak tersebut.
Padahal, jika ditinjau dari kemanfaatannya, jebakan listrik hanya membunuh hama tikus, mafsadah-nya lebih banyak. Jebakan listrik bisa merusak ekosistem sawah. Belum lagi yang melewati jebakan itu tidak hanya hewan pengerat seperti tikus, hewan melata layaknya ular juga sering terperangkap dan mati. Bahkan tak sedikit pula burung juga terperangkap jebakan ini, yang adalah hewan predator tikus.
Pemasangan kawat beraliran listrik ini sebenarnya sudah menuai kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sragen pun sudah bergerak. Kapolres Sragen juga telah mengancam warga yang memasang jebakan tikus itu dengan ancaman potensi terkena pasal 359 KUHP, tentang tindak pidana akibat kelalaian yang menyebabkan meninggal dunia seseorang.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen juga telah membuat Surat Edaran (SE) terkait larangan pemasangan jebakan tikus tersebut. Surat itu diberikan kepada Penyuluh Pertanian Lapangan yang ada di masing-masing kecamatan kemudian berkoordinasi dengan Pemerintah Desa.
Sayangnya, segala jenis peraturan itu tiada yang diindahkan. Sebagian petani masih kekeuh memasang jebakan maut, tak peduli dengan nyawa yang telah melayang dan bahaya yang mengancam. Selain ancaman KUHP pemasangan jebakan tikus ini juga bertentangan dengan kaidah Islam yang berbunyi ‘Dar’ul mafasid muqadamun ala jalbil mashalih’; menjauhi dan meninggalkan segala hal yang akan menimbulkan kemafsadatan harus didahulukan daripada mengambil manfaat dan kemashlahatan.
Memasang jebakan tikus ini merupakan sesuatu yang bermanfaat, karena bisa menumpas hama, tapi dari sisi lain juga menjadi ancaman bahaya bagi nyawa manusia. Dari situ bila menilik kaidah fiqih di atas maka bahaya yang ditimbulkan lebih besar, daripada kemanfaatan yang didapatkan. Mau bagaimana pun nyawa manusia tidak bisa ditebus dengan angka materi.
Sampai saat ini ancaman hukuman benar-benar masih diabaikan. Lebih parahnya lagi, kejadian yang menimpa empat nenek-nenek di atas, pemilik jebakan listrik itu dari kalangan perangkat desa, padahal perangkat desa itu sebenarnya mengetahui mengenai surat edaran yang diberikan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen.
Sejauh ini terlihat sebagian petani masih meremehkan bahaya jebakan ini. Di antara masyarakat banyak yang berpandangan “Wong perangkat desanya saja tidak ibdak binafsik. Seharusnya memulai dari dirinya sendiri untuk cerminan masyarakat malah mengabaikannya.” Pemda Sragen juga terkesan kurang tegas. Tindakan-tindakan yang dijalankan masih sekedar normatif, belum sampai ke tindakan yang masid dan sama sekali belum solutif.
Pertaruhan nyawa seperti ini sebaiknya tidak diremehkan dan perlu tindakan yang benar-benar tegas yang bisa menimbulkan efek jera bagi para petani. Selain itu solidaritas warga masyarakat juga diperlukan. Supaya menghasilkan hukum sosial bagi petani yang masih memasang jebakan maut ini.
Ahmad Nahrowi, warga Sragen, santri di Pesantren Lirboyo, mahasiswa IAI Tribakti Kediri.
https://www.nu.or.id/post/read/128776/sawah-di-sragen-ladang-maut-bagi-petani