Cilacap, NU Online
Langit mulai menguning saat motor matik yang saya kendarai memasuki gerbang Pesantren Syafangatul Qur’an Cilacap, Sabtu sore, 12 Juni 2021.
Pesantren Syafangatul Qur’an adalah sebuah pesantren tahfidz yang beralamat di Jl. Lingkar Timur No. 99, Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap. Pesantren terletak di tengah perkampungan nelayan di pesisir pantai. Tak jauh dari situ tepatnya di arah matahari tenggelam, akan kita temui sebuah pulau fenomenal tempat para narapidana kelas kakap mendekam, Nusakambangan.
Sejenak mata ini mengedarkan pandang. Tampak para santri duduk rapi di atas hamparan terpal yang digelar di halaman pesantren. Di depan mereka, tampak sebuah panggung. Sementara sekelompok grup hadrah duduk melantunkan shalawat Nabi. Penampilan mereka memang menjadi pengisi tibanya acara inti yang digelar sore itu, yakni haflah tilawatil Qur’an. Acara diselenggarakan oleh Ikatan Persaudaraan Qori-Qori’ah Hafidz-Hafidzoh (IPQOH) Cilacap.
Saya menghela napas lega saat tahu bahwa acara haflah belum dimulai. Gegas saya parkir motor matik hitam kesayangan di area parkir. Langsung saja saya bergabung dengan para santri menikmati indahnya lantunan syair-syair berisi pujian dan shalawat yang dibawakan oleh para vokalis hadrah.
Sembari mendengarkan shalawat, mata ini mengarah ke panggung. Bangunannya terlihat seperti rumah tradisional Jawa. Bentuknya yang berupa rumah menyerupai pendopo dengan sebuah tangga di sebelah kirinya. Atapnya berbentuk limas dan disangga oleh empat buah tiang. Tak ada dinding di kanan kirinya, pun di depan dan belakang. Tampak bahwa bangunan itu memang difungsikan sebagai panggung permanen.
Di sebelah kanan tangga menuju panggung itu, ditutup dengan rangka besi memanjang sampai ke ujung. Saya baru menyadari bahwa di bawah panggung ada sebuah kolam ikan, saya tak tahu pasti ikan apa itu yang dipelihara di sana, perkiraan saya ikan gurami. Sementara di depan panggung ditanam berbagai tanaman hias menjadikan tampak asri, terlebih sambil menikmati pemandangan itu, telangi ditingkahi bunyi kecipak air oleh ikan-ikan yang berenang di kolam bawah sana.
Sedang asyik saya mengamati, mendadak salah satu vokalis berseru, “Shallu alannabi Muhmmad.” Serentak suara santri bergemuruh menjawab, “Rabbi shalli alaih.”
Tanpa aba-aba lainnya, semua yang hadir berdiri menghadap ke arah timur seraya menunduk dengan takdzim seolah tengah menunggu seseorang. Sementara sang vokalis terus membacakan shalawat Nabi. Rupanya sosok yang kami tunggu-tunggu telah hadir. Tampak sosok lelaki bersarung dengan setelan gamis coklat keemasan dan peci tinggi di kepalanya. Kedatangannya langsung diserbu oleh para santri yang ingin mencium tangannya.
Refleks saya arahkan kamera ponsel untuk merekam momen tersebut. Momen langka sekaligus unik menurut saya. Sejumlah santri putra tampak berebut untuk salim, sementara santri putri tetap terpaku berdiri di tempat dengan wajah menunduk namun malu-malu mencuri pandang.
Saya memahami, siapakah yang tidak penasaran terhadap sosok sang qori’ bersuara emas yang telah melalang buana ke berbagai daerah di pelosok tanah air hingga ke luar negeri. Dialah KH Mu’min Ainul Mubarok, qori internasional asal Tasikmalaya. Kiai Mu’in Ainul Mubarok akan mengisi haflah tilawatil Qur’an pada sore ini.
Sebelum kunjungannya di Pesantren Syafangatulqur’an, pada pagi harinya ia juga singgah di Majelis Bustonuquuroil Qur’an di Kecamatan Sampang Cilacap. Di sana, ia mengisi sarasehan dan juga haflah tilawatil Qur’an. Pada pagi itu ia menceritakan menceritakan riwayat perjalanannnya sampai menjadi qari.
Sekilas tentang KH Mu’min Ainul Mubarok
KH Mu’min Ainul Mubarok, lahir di Tasikmalaya, 10 Februari 1971 adalah salah satu qori terbaik Indonesia dari Jawa Barat. Ia juga seorang qari internasional yang sudah melalang buana ke mancanegara baik untuk even Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) maupun sebagai undangan.
Meraih sukses dan prestasi di bidang tilawah tidaklah dilalui dengan mudah oleh KH Mu’min. Latihan disiplin dan keras serta pantang menyerah dilakukannya bahkan hingga sekarang ini. Ia bahkan memulai belajar tilawah yang tidak lagi muda, yakni umur 19 tahun di Pesantren Murottalul Qur’an Tasikmalaya. Di sana, ia belajar selama tiga tahun berturut-turut.
Pada tahun 1996, KH Mu’min Ainul Mubarok mulai mengikuti berbagai perlombaan dari tingkat kecamatan, kabupaten hingga provinsi. Seringkali ia gagal mendapatkan juara, namun tak membuatnya menyerah dan berputus asa. Baru kemudian pada tahun 2008, KH Mu’min Ainul Mubarok juara MTQ Jawa Barat. Sejak itu pula ia dikukuhkan sebagai qori terbaik Indonesia.
Beberapa negara yang pernah disinggahi di antaranya Iran, Malaysia, Pakistan, Kanada, Singapura, dan India. Pada tahun 2008, ia menjadi juara dalam lomba pembacaan Al-Qur’an internasional di Malaysia. Kemudian pada tahun 2009 kembali menjadi juara satu di Iran.
Pada tahun 2009, ia diundang ke Pakistan untuk berpartisipasi di Mehfil Husn-e-Qirat Jamia Binoria untuk membaca ayat suci Al-Qur’an. Dari Jamia Binoria perjalanannya berlanjut menuju Masjid Faisal, Islamabad, Pakistan untuk membaca Al-Qur’an.
Perjalanan itu dilakukan pada Februari 2009. Selain itu, H Mu’min juga berpartisipasi di 9th Annual Hifz, Naazira and Qira’atul Quran Competition yang digelar oleh Yayasan Islam Toronto, Canada dan diberi penghargaan tamu istimewa pada tahun 2014.
Sebagai bentuk kepeduliannya pada dunia tilawah, ia mendirikan sebuah pesantren di Tasikmalaya bernama Ma’had Murattal Al-Qur’an Mu’min ‘Ainul Mubarok pada tahun 2010. Tujuan didirikannya pesantren ini adalah untuk membentuk qori-qoriah standar internasional sejak dini.
Pesan untuk qori-qoriah
Pengasuh Pesantren Syafangatul Qur’an KH Rohmatulloh menyambut kedatangan tamunya dengan hangat bersama dengan ketua dan beberapa pengurus IPQOH Cilacap. Mereka beramah-tamah sejenak hingga tiba saatnya sang qori’ dipersilakan naik ke panggung untuk memulai performnya. Saya sejenak melirik layar ponsel menunjukkan pukul 17.15 WIB dan pijar senja semakin jingga.
Kurang lebih 30 menit KH Mu’min membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Hadirin seakan terhipnotis menghayati ayat demi ayat yang mengalun terbawa angin laut. Membuat penghuni alam menunduk menyimak sabda Penguasa Alam Semesta.
Takbir dan tasbih hadirin bersahutan di tiap jeda ayat yang dibaca. Sebagai penutup maqro’, KH Mu’min membacakan Surat Alghosyiyah dengan qiro’ah sab’ah. Haflah berakhir tepat sang surya tenggelam dan kami pun melepas senja di langit Nusakambangan.
Sebelum pamit undur diri, KH Mu’min sempat menyampaikan pesan untuk qori-qoriah untuk selalu bersemangat mensyiarkan Al-Qu’’an.
“Kepada qori-qoriah di Cilacap, tetaplah semangat untuk mensyiarkan Al-Qur’an. Teruslah berlatih dan jangan berputus asa apa pun hasilnya. Jangan hanya berlatih saat akan mengikuti lomba saja. Tapi berlatihlah secara kontinu,” ujarnya.
KH Mu’min juga menyampaikan pentingnya belajar secara langsung atau berhadapan langsung dengan guru ketimbang hanya mendengarkan dari Youtube atau media lainnya.
“Boleh saja kalian belajar dari YouTube, tapi alangkah baiknya berhadapan langsung dengan gurunya walaupun hanya sekali,” tandas KH Mu’min.
Kontributor: Naeli Rokhmah
Editor: Kendi Setiawan