Naskah khutbah Idul Fitri kali ini mengungkap sejumlah hikmah di balik pandemi Covid-19, termasuk pembatasan mobilisasi orang melalui kebijakan larangan mudik. Di samping maslahat di sektor kesehatan, ada manfaat secara rohani, yakni menjauh dari pamer yang kerap mengiringi para pemudik saat di kampung, juga agar kita lebih banyak “mudik” ke dalam pengenalan terhadap diri sendiri untuk mendekat dengan Allah.
Teks khutbah Idul Fitri berikut ini berjudul “Khutbah Idul Fitri: Lebaran Tanpa Mudik dan Hikmah di Baliknya”. Untuk mencetak naskah khutbah ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
اللهُ اَكْبَرُ ٩×. اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اَلْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيدَ الْفِطْرِ بَعْدَ صِيَامِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَمَّا بَعْدُ: أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّاىَ بِتَقْوَى اللهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبٰبِ
Allâhu Akbar 3x wa lillâhil-ḫamdu,
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia,
Setelah memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ serta bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, saya mengajak kepada kita semua, terutama diri sendiri, untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah ﷻ, dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.
Setelah berpuasa dan beribadah lain sebulan penuh di bulan Ramadhan, hari ini kita merayakan Idul Fitri. Ini adalah Idul Fitri kedua di era pandemi Covid-19. Saat merayakan Idul Fitri di tengah pandemi tahun kemarin, kita semua tentu berharap itu satu-satunya Idul Fitri yang kita rayakan di tengah pandemi. Namun ternyata tahun ini kita masih harus merayakan Idul Fitri di tengah pandemi.
اَلْاِنْسَانُ بِالتَّدْبِيْرِ وَالتَّخْيِيْرِ وَاللهُ بِالتَّقْدِيرِ
“Manusia merencanakan dan berusaha, Allah yang menentukan”.
Meski masih di tengah pandemi kita patut bersyukur, pagi ini kita masih diberi kesempatan untuk merasakan kebahagiaan dan kekuatan untuk merayakan hari kemenangan Idul Fitri. Semoga kita dianugerahi kesehatan dan umur panjang sehingga dapat kembali menikmati kelezatan ibadah pada Ramadhan-ramadhan yang akan datang.
Allâhu Akbar 3x wa lillâhil-ḫamdu,
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia,
Banyak sekali hikmah, pelajaran, dan makna yang dapat kita petik dari mewabahnya Covid-19. Di antaranya, kita semakin yakin bahwa Allah sungguh Mahakuasa dan Allah Mahabesar, dapat menjadikan dunia dan seisinya bertekuk lutut dengan yang ditetapkan-Nya. Kita juga semakin sadar dan harus mau mengakui bahwa manusia itu sebenarnya tidak berdaya. Mau sepintar apa pun, sekaya apa pun, sesehat apa pun, ternyata ketika didatangkan wabah virus menjadi lemah dan tidak berdaya. Hanya dengan makhluk yang sekecil virus itu, banyak orang menjadi tak berdaya. Banyak orang jatuh sakit, dan bahkan meninggal dunia. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak selayaknya menyombongkan dan membanggakan dirinya.
Selain itu pandemi mengingatkan kita untuk selalu bersabar dan bersyukur dalam situasi dan kondisi apa pun. Jika kita tidak bersabar dan bersyukur, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali kerisauan, kepenatan, kesusahan, dan kesedihan dalam hidup dan kehidupan. Sebaliknya, jika kita senantiasa sabar dan syukur, maka kita akan meraih ridha Allah dan pahala yang besar di kehidupan akhirat kelak.
Pandemi juga meningkatkan solidaritas sesama. Akibat pandemi ini banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan tidak bisa mencari nafkah untuk biaya hidup. Kalangan orang yang mampu banyak yang memberikan bantuan berupa sembako atau uang kepada mereka sebagai bentuk solidaritas kepada sesama.
Menyebarnya virus ini juga mengingatkan kita akan kematian. Manusia pasti akan mati. Manusia tidak selamanya hidup di dunia ini. Dengan berbagai sebab batas antara hidup dan mati sangat tipis. Virus ini adalah satu di antara sekian sebab kematian manusia.
Itulah antara lain hikmah pandemi Covid-19. Kita yakin dalam setiap kejadian atau peristiwa selalu ada hikmahnya, sebagaimana yang dinyatakan dalam QS al-Baqarah 269 yang dikutip di awal khutbah ini:
يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبٰبِ
“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.”
Allâhu Akbar 3x wa lillâhil-ḫamdu,
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia,
Menjelang Idul Fitri masyarakat kita punya tradisi mudik; pulang kampung untuk silaturahim dengan sanak, keluarga, tetangga dan sahabat. Dalam tradisi mudik biasanya banyak orang ingin menunjukkan keberhasilannya di rantau. Banyak orang terjatuh pada sikap dan penampilan; berpakaian luar biasa mewah, berlebihan dalam mempersiapkan makanan dan pamer kemewahan lain serta gaya hidup kepada sanak keluarga di kampung. Mungkin saat itu kita juga berbagi kepada sanak saudara, tapi kebanyakan hanya ala kadarnya saja.
Tahun ini pemerintah menetapkan aturan untuk tidak mudik. Tujuannya untuk membatasi penyebaran Covid-19. Tapi dari sisi yang lain, aturan ini bisa menghindari kemungkinan terjadi hal yang menimbulkan iri dan geram dari orang-orang di kampung terhadap tingkah laku, sikap, dan penampilan kita. Maka aturan untuk tidak mudik lebaran itu menjadi sangat relevan.
Aturan untuk tidak mudik sesuai dengan maqashid syariah (tujuan dasar diberlakukannya syariat). Menurut Imam asy-Syatibi, ada lima bentuk maqashid syariah, yang juga sering disebut sebagai lima prinsip umum atau al-kulliyat al-khamsah. Masing-masing berupa wujud atau penjagaan dan berupa ‘adam atau pencegahan. Lima maqashid syariah dimaksud adalah hifdhun ad-diin (menjaga agama), hifdhun an-nafs (menjaga jiwa), hifdhul aql (menjaga akal), hifdhun nasl (menjaga keturunan), dan hifdhul maal (menjaga harta). Dari lima hal tersebut, aturan untuk tidak mudik setidaknya berkesesuaian dengan hifdun nafs (menjaga jiwa).
Yang penting kita bisa tetap melaksanakan mudik yang lebih substantif, yakni kembali mengenali diri sendiri. Pertanyaan tentang sangkan paraning dumadi (asal mula dan akhir) manusia, kita suarakan bersamaan dengan gema takbir yang kita ucapkan.
Mudik ke dalam diri akan membuat kita sadar bahwa kita hanyalah hamba ciptaan Allah ﷻ yang sangat lemah. Dengan capaian ilmu yang sangat kita banggakan, kita belum mampu menundukkan virus yang tak terlihat mata itu. Dengan menyadari kelemahan, kita akan makin dekat dengan Yang Maha Kuasa. Semua terjadi karena-Nya. Makin dalam kita mengenali diri kita, kita akan makin kenal Tuhan kita, sebagaimana ungkapan:
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
“Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya”.
Meski tak mungkin dapat menggantikan nuansa perayaan Idul Fitri dengan berkumpul bersama keluarga besar di kampung, di era 4.0 ini lebaran virtual; melalui telepon, WA, VC, zoom atau aplikasi lain, bisa menjadi solusi alternatif yang aman, nyaman, tanpa macet dan tentu lebih irit biaya. Kita tak memungkiri manfaat mudik untuk silaturahim dengan sanak, keluarga, tetangga, sahabat dan leluhur baik yang masih ada atau yang sudah mendahului kita. Namun di era pandemi ini boleh jadi mudik membawa banyak mafsadat bagi kita, antara lain tersebarnya Covid-19. Karenanya tepat menggunakan prinsip:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindari mafsadat (kerusakan) didahulukan daripada mengambil manfaat”
Allâhu Akbar 3x wa lillâhil-ḫamdu,
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia,
Aturan untuk tidak mudik jangan sampai membuat kita memutus tali silaturahim. Jangan sampai keluarga dan kerabat kita merasa kita tinggalkan dan abaikan. Sanak saudara di kampung harus bisa memahami dan ikhlas dengan ketidakpulangan kita. Kita tetap jaga hubungan baik dengan berbagai cara yang memungkinkan. Menyambung silaturahim adalah salah satu kewajiban dan memutus silaturahim adalah salah satu dosa besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْـجَنَّةَ قَاطِعٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
“Tidak akan masuk surga (bersama orang-orang yang lebih awal masuk surga) orang yang memutus silaturahim” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Termasuk silaturahim adalah membantu kerabat kita ketika mereka membutuhkan, terutama dalam situasi pandemi seperti saat ini. Meski di era pandemi dan kita tidak mudik kita bisa melakukan hal itu dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam hadits disebutkan:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلا كَسَاهُ اللهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
“Tidaklah seorang mukmin menghibur saudaranya karena musibah yang menimpanya, kecuali Allah akan mengenakan kepadanya pakaian-pakaian kemuliaan di hari kiamat” (HR Ibnu Majah).
Dengan lantaran silaturahim Allah akan angkat kesusahan dari kita dan melapangkan rezeki kita.
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أنْ يَمُدَّ اللهُ في عُمُرِه وَيُوَسِّعَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ وَيَدْفَعَ عَنْهُ مِيْتَةَ السُّوْءِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa menginginkan dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan diselamatkan dari kematian yang buruk oleh Allah, maka hendaklah ia sambung tali silaturahim dengan kerabatnya” (HR Al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Kita jadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk mempererat hubungan kita dengan tetangga, teman, kolega, dan seluruh lapisan masyarakat. Kita adalah bersaudara sesama muslim, anak bangsa dan manusia. Di akhirat kelak, jangan sampai kita termasuk golongan yang membawa pahala shalat, puasa, dan berbagai ibadah yang lain, sekaligus membawa dosa yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia.
Allâhu Akbar 3x wa lillâhil-ḫamdu,
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia,
Kita sudah merasakan, berkah wabah ini keluarga inti kita bisa lebih dekat lagi, maka marilah di Idul Fitri ini kita saling memberi maaf sehingga rahmat Allah mengucuri keluarga kita, orang tua kita, saudara kita sesama muslim, anak bangsa dan manusia. Dengan berkah Ramadhan dan wabah ini pula semoga keluarga kita dan orang tua kita menjadi ahlul jannah.
Semoga kita dapat mematuhi segala apa yang ditetapkan pemerintah dalam menghadapi pandemi, sehingga pandemi cepat berlalu. Semoga Allah selamatkan kita, orang tua kita, saudara kita, guru-guru kita, jamaah kita, kampung kita, bangsa kita, dan umat Nabi Muhammad ﷺ dari wabah pandemi Covid-19. Demikian khutbah ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَى النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى، فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ، اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ الله لِى وَلَكُمْ، وَلِوَالِدَيْنَا وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اللهُ اَكْبَرُ ٧×. اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ اَلْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى اِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الدَّاعِيَ اِلَى رِضْوَانِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. اَمَّا بَعْدُ، فَياَ ايُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ. وَقَالَ تَعَالَى: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيَائِكَ وَرَسُلِكَ وَمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ: اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِى، وَ عَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وتَابِعِى التَّابِعِيْنَ، لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيسِيَّا هَذَا خَاصَّةً، وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ، كُلُّ عَامٍ وَاَنتُمْ بِخَيْرٍ
عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالاِحْسَانِ، وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ. وَاللهُ يَعْلَمُ ماَ تَصْنَعُوْنَ
KH Z. Arifin Junaidi, pengasuh Pondok Pesantren Al Ittihad Poncol, Kabupaten Semarang; Ketua LP Ma’arif PBNU