Kabar Pulangnya Keharibaan Guru Kehidupan Abah Dimyati Kaliwungu

Iklan

Oleh: Abdullah Faiz (Pimred nujateng.com)

Tadi pagi beberapa teman saya di pondok Kaliwungu memberikan pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp “Abah Dim Kundur” kabar yang sangat mengagetkan bagi saya, kemudian saya cek kevalidan kabar tersebut melalui akun-akun medsos pondok pesantren dan para kerabat Abah Dim, ternyata memang benar kabar kepulangan Abah sudah sampai ke berbagai penjuru. Sejenak saya terdiam mengembalikan memori terdahulu sewaktu mengaji bersama beliau, flash back mengingat kesantunan beliau saat mengajar dan membayangkan humor Abah saat menerangkan pelajaran pada santri-santrinya.

Meskipun saya dulu mondok di Pesantren Salaf APIK, artinya tidak mondok di pesantrenya Abah Dim tapi secara emosional, Abah Dim memiliki hubungan keluarga dengan masyayikh Pesantren Salaf APIK dan beliau adalah alumni sekaligus murid KH. Ahmad Rukyat (Pengasuh kedua Pesantren APIK) oleh karena itu sebagai santri tentu memiliki kedekatan tersendiri. Abah Dim adalah sosok yang sederhana dan kharismatik. Penampilanya setiap menghadiri acara apapun, Abah sering kali cukup memakai songkok hitam, baju putih dan sarung biasa. Hal ini menjadi khas tersendiri, sehingga para santri melihat Abah Dim sebagai sosok yang egaliter dan sederhana tidak elitis.

Abah juga sosok ulama yang egaliter, beliau suka bergaul dengan siapapun baik dengan pedagang, pejabat, kelas menengah kebawah, buruh hingga elit politik. Beliau dikenal sangat sabar, dan pemurah hati. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat para santri dan jama’ahnya simpatik terhadap kepribadian beliau. Ajaran-ajaranya dapat diterima dengan mudah oleh jamaahnya
Abah Dim sebagai Magnet Keilmuan

Perginya Abah Dim menjadi luka bagi kita semua, khususnya para santri, muhibbin dan masyarakat muslim. Beliau adalah ulama khas yang memiliki magnet luar biasa, banyak masyarakat muslim diberbagai daerah berbondong-bondong sowan ke kediaman beliau hanya untuk silaturrahim dan meminta keberkahan do’a agar kehidupanya diberkahi. Abah Dim memiliki jama’ah istighasah yang rutin dilaksanakan setiap jum’at kliwon.

Rutinan tersebut diikuti oleh semua golongan, terdiri dari masyarakat kelas menengah ke bawah hingga pada masyarakat elit. Dulu sewaktu saya masih di Kaliwungu pernah mengikuti istghasah rutinan ttersebut, acaranya dihadiri oleh banyak orang. Saya sempat berfikir, kalau bukan orang alim dan arif yang memimpin tidak mungkin bisa menghadirkan banyak orang seperti ini.

Kehadiran Abah Dim di masyarakat merupakan oase tersendiri, hadirnya abah menjadi penyejuk semua kalangan. Dalam hal khazanah keilmuan pesantren beliau adalah pemegang sanad yang sangat banyak. Mulai dari disiplin ilmu alat (gramatika arab) tauhid, fiqih, ushul fiqih hingga ilmu tasawwuf. Banyak para ulama di nusantara yang berguru kepada Abah Dim seperti KH. Kafabihi Mahrus Lirboyo, KH. An’im Falahuddin, KH. Sholahuddin Humaidulllah dan banyak ulama lainya. Apabila dilihat dari pendidikanya, Abah Dim adalah produk murni dari pesantren, oleh karena itu beliau mendapatkan banyak sanad keilmuan dari para gurunya.

Beliau hidup dengan tradisi pesantren yang sangat kental, dulu beliau menimba ilmu di Pesantren Salaf APIK Kaliwungu di bawah asuhan KH. Ahmad Rukyat sekitar 14/15 tahun. Kemudian melanjutkan mengaji di Lirboyo kepada KH. Mahrus Aly sekitar 5 tahunan dan dilanjutke Sarang, Lasem dan beberapa pesantren di bagian pantura. Kemudian beliau kembali ke Kaliwungu dan diangkat sebagai kepala pondok oleh KH. Humaidullah Irfan (pengasuh Pesantren Salaf APIK Ketiga) dan selanjutnya dinikahkan dengan Nyai Tho’ah putri dari KH. Ibadullah Irfan.

Setelah menikah beliau mengabdikan diri ke masyarakat dan santri dengan mengajar di pesantren dan pengajian umum untuk masyarakat. Selang beberapa tahun beliau mendirikan pesantren Al-Fadlu wal Fadhilah di Jagalan Kaliwungu. Kehidupanya dimanfaatkan dan sisibukkan dengan ilmu hingga di usia senjanya beliau masih mengajar kitab untuk para santrinya. Menariknya di Bulan Ramadhan kemarin (puasa 2022 M/1443 H) beliau membuka pengajian kitab kilatan yang digelar setiap bulan puasa.

Saya sangat respek dengan kesediaannya untuk mengaji dan mempuat iri bagi setiap pemuda dengan kegigihan Abah dan kecintaan Abah dengan ilmu. Dilihat dari usianya beliau sudah cukup sepuh namun jiwanya masih kuat berjalan dan duduk berjam-jam membacakan kitab. Kita sebagai santri yang masih muda harusnya tidak bermalas-malasan dalam menkaji ilmu.

Kiai Nasionalis

Pada waktu muktamar NU di Lampung kemarin, Abah Dim terpilih menjadi salah satu anggota AHLA (Ahlul Halli wal Aqdi) yang berjumlah Sembilan ulama khas se-Indonesia. Kiprahnya dalam Nahdaltul Ulama sangat banyak. Posisinya sebagai Mustasyar PBNU menjadi sangat kuat pengaruhnya dalam kepungurusan Nahdlatul Ulama kedepan. Melaui itu beliau memiliki kontribusi sangat banyak dalam perkembangan kemajuan bangsa Indonesia.

Dalam dunia perpolitikan nasional Abah Dim memiliki andil besar, sejak masa muda beliau termasuk ulama yang mendeklarasikan lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bersama KH. Abdurahman Wahid, KH. Cholil Bisri, KH. Mustofa Bisri, KH. Moh Munasir, KH. Muchit Muzadi, KH. Ma’ruf Amin, KH, Ilyas Ruhiyat dan beberapa ulama deklarator lainya. Pengalaman politiknyapun diturunkan kepada sebagian putranya dan mengkader beberapa santrinya untuk melakukan khidmah yang lebih besar yaitu mengabdi kepada bangsa dan negara.

Semoga Abah Dim ditempatkan bersama orang-orang terpilih lainya di surganya Allah swt. Alfatihah.

https://nujateng.com/2022/06/kabar-pulangnya-keharibaan-guru-kehidupan-abah-dimyati-kaliwungu/

Author: nu jateng