Gus Baha: Kalimat La Ilahaillallah Tetap Spesial Meksipun Dibaca di Kuburan

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim menjelaskan bahwa kalimat La Ilahaillallah tetaplah spesial meskipun diucapkan saat tahlilan dan ziarah kubur.

Penjelasan ini disampaikannya untuk menjawab keraguan orang yang biasa melafalkan La Ilahaillallah. Kalimat ini, kata Gus Baha, kebetulan nasibnya kurang baik ketika dibacakan waktu tahlilan dan dibuat ziarah kuburan karena terus menjadi tidak kalimat spesial lagi, bukan kalimat tayyibah lagi.

“Saya pastikan bahwa kalimat La Ilahaillallah tetap kalimat tayyibah meskipun dibaca di masjid, di kuburan, atau pas tahlilan. Karena status kalimat ini sangat luar biasa,” jelasnya saat pelantikan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Taiwan, Ahad (12/9/2021).

Tokoh agama yang biasa disapa Gus Baha ini meminta orang-orang yang biasa melafalkan kalimat La Ilahaillallah untuk terus melakukannya dan tambah semangat.

Gus Baha beralasan, karena kalimat ini adalah alasan bumi dan langit diciptakan. Dunia diciptakan untuk latihan mengucapkan kalimat La Ilahaillallah. Rasul diutus untuk melatih pengucapan kalimat La Ilahaillallah. 

“Maka pentingnya ngaji agar tahu spesial kalimat ini, jika spesial maka yang terjadi selanjutnya adalah menghormati orang yang membaca kalimat ini. Siapa pun yang membacanya. Karena kalimat La Ilahaillallah spesial maka siapapun yang membacanya akan ikut spesial juga. Tidak peduli status sosial,” imbuhnya.

Logika sederhana Gus Baha, tidak mungkin orang Islam yang mengucap kalimat La Ilahaillallah jadi sesat, sedang kan orang kafir yang mengucapkan kalimat yang sama akan dihapus dosanya oleh Allah. Darahnya haram dialirkan. Karena kalimat ini kunci masuk Islam.

Untuk memperkuat argumentasinya, Gus Baha menambahkan penjelasan Ibnu Qoyyum terkait fadillah kalimat La Ilahaillallah.

Menurut Ibnu Qoyyum, surga dengan super mewah itu dibuat untuk orang yang melafalkan La Ilahaillallah. Sedangkan neraka yang luar biasa sadisnya itu diperuntukkan bagi yang menolak kalimat La Ilahaillallah. Ini sungguh luar biasa kalimat La Ilahaillallah. 

“Kalimat ini bukan kalimat biasa, maka para kiai dan Walisongo dulu mencari formula agar kalimat ini familiar maka dilatih secara masif dan berulang kali. Karena pengulangannya butuh momentum maka yang paling pas yaitu saat ada orang mati, istighosah dan habis salat. Ajak wiridan,” tegas Gus Baha.

Dalam sebuah riwayat, kata Gus Baha, kalimat La Ilahaillallah adalah almizan, sebuah ukuran sejauh mana seseorang dianggap sebagai hambanya Allah itu dilihat sekuat apa meyakini, mengakui dan menolak kalimat La Ilahaillallah.

Dalam kitab Sayid Muhammad, tambah Gus Baha, ada cerita bahwa suatu hari Nabi Musa ingin diajarkan sesuatu yang spesial dari Tuhan agar ingat Allah terus. Allah memerintahkan kepada Musa untuk melafazkan La Ilahaillallah

Namun, Musa mengatakan itu sudah biasa. Allah menegaskan untuk tetap membaca kalimat La Ilahaillallah. Karena yang bisa menandingi langit bumi adalah kalimat La Ilahaillallah.

Dalam riwayat Ahmad bin Hambal, ada seseorang yang ditampilkan didepan memiliki banyak kesalahan. Ia pun mengakui kesalahannya. Kemudian ia hanya punya satu amal yaitu mengucapkan La Ilahaillallah. Namun, karena kalimat itu ia diampuni. Karena kesalahannya tidak bisa mengalahkan nama Allah.

“Orang yang mengucapkan kalimat ini harus yakin bahwa kalimat ini istimewa. Tidak perlu takut dan khawatir dengan apa pun. Jadi saya pastikan, kultur-kultur ini harus dibela secara ilmiah dan sosiologis,” pinta alumnus Pesantren Al-Anwar Sarang ini.

Selain itu, Gus Baha juga berpesan kepada para pengamal dan pembaca setia La Ilahaillallah untuk tetap istiqamah dalam membaca kalimat ini. Tidak hanya karena momentum tertentu.

Gus Baha juga meminta umat Islam dalam melakukan wiridan, maka pastikan referensi secara detail. Barakahnya refrensi seseorang tidak gamang, risau, tidak gentar kalau mengalami tuduhan macam-macam. Salah satu referensi terkait kalimat La Ilahaillallah ada di kitab Ithab, juz 14 halaman 636.

“Namun, jika spesial, jangan juga hanya diucapkan pada saat tahlilan saja. Di luar itu juga dilafalkan,” tegasnya.

Dalam kacamata tasawuf, kalimat La Ilahaillallah sangat spesial bagi pengikut tarekat Syadziliyah. Dalam mazhab Abu Hasan Syadzili, kalimat La Ilahaillallah harus diulang-ulang. Istighfar setelah kalimat tauhid, La Ilahaillallah. Karena ketika orang kafir mengucapkan istighfar sebelum mengucap kalimat La Ilahaillallah tidak ada gunanya karena belum Islam.

“Saya pastikan kesakralan kalimat ini tidak gugur karena tuduhan dari orang yang tidak sepakat. Keistimewaannya tetap abadi. Di acara NU kalimat La Ilahaillallah biasa diucapkan. Teruskan,” tandasnya.

Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan

https://www.nu.or.id/post/read/131308/gus-baha-kalimat-la-ilahaillallah-tetap-spesial-meksipun-dibaca-di-kuburan