Bagaimana Hadanah di Indonesia dan Libya?

Kredit: hukumonline.com

Oleh: Ibrahim (Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Hadanah atau pengasuhan anak merupakan tugas  memelihara anak lakilaki atau perempuan yang masih kecil dan belum dapat mandiri, menjaga kepentingan anak, melindungi dari segala yang dapat merusak dan membahayakan dirinya, mendidik jamani dan rohani anak serta akalnya supaya ia dapat berkembang dan dapat mengatasi sendiri persoalan hidup yang akan dihadapinya.

Pada prinsipnya, kewajiban pengasuhan anak ada pada pundak kedua orang tua.Keterpaduan kerjasama antara ayah dan ibu dalam melakukan tugas pengasuhan anak sangatlah diharapkan. Jalinan kerja sama antara ibu dan bapak hanya dapat diwujudkan selama kedua tua masih tetap dalam hubungan perkawinan.

Dalam kondisi yang demikian, sekalipun tugas pengasuhan anak sesuai dengan tabiatnya akan lebih banyak dilakukan dan diperankan oleh pihak ibu. Akan tetapi, peran seorang ayah tidak bisa diabaikan baik dalam pemenuhan segala kebutuhan yang dapat memperlancar tugas pengasuhan anak, maupun dalam menciptakan suasana damai dalam rumah tangga tempat anak diasuh dan dibesarkan.

Permasalahan hak asuh anak terjadi akibat percerain yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, baik dilakukan dengan cerai talak atau cerai gugat, yang mengharuskan anak harus dirawat oleh salah satu pihak antara ayah dan ibunya. Artinya bahwa permasalahan ini tidak akan muncul jika tidak terjadi perceraian oleh orang tua anak.

Permasalahan hak asuh anak menjadi perhatian yang khusus dalam Islam dan negara-negara Islam, karena hak asuh anak berkaitan dengan pertolongan terhadap anak, misalnya terkait dengan pendidikan, sandang pakan, dan lain sebagiannya yang berkaitan dengan kebaikan untuk anak dimasa depan.

Misalnya di Indonesia, Undang-Undang 1974 Pasal 41 menjelaskan bahwa “Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusan.”

 Selepas terjadinya perceraian dalam hal penguasaan anak kedua orang tua punya kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya hingga ia dewasa atau sampai dia menikah. Artinya bahwa perselisahan hak asuh anak yang akan menyelesaikan adalah pengadilan dengan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan hak anak yang tercukupi, hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 110 K/AG/007 tanggal 7 Desember 2007 yang pada pokoknya menyatakan bahwa mengenai pemeliharaan anak, bukan semata-mata dari siapa yang paling berhak, akan tetapi yang harus dilihat dan dikedepankan adalah kepentingan yang terbaik bagi anak.

Sementara dalam kompilasi Hukum Islam Pasal 105 bahwa Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.

Berbeda dengan Indonesia Undang-Undang di Negara Libya yang mengatur tentang hak asuh anak merupakan hak, ibu, bapak, wali dan hak anak itu sendiri (anak boleh memilih untuk ikut pada kepada siapa). Negara Libya adalah salah satu negara yang berada dikawasan afrika utara yang berdekatan dengan negara Mesir, Sudan, Chad, Niger dan Tunisia.

Sebagai salah satu negara yang berada dikawasan Afrika Libya termasuk negara yang Undang-Undangnya banyak mengambil dari aturan-aturan yang ada dalam Islam, misalnya Undang-Undang keluarga. Undang-Undang keluarga tentang hak asuh anak di Libya pada dasarnya lebih condong pada pendapat madzab Maliki.

Dalam Undang-Undang Keluarga di Libya hak asuh anak adalah menjaga, mendidik, dari saat dilahirkan sampai ia dewasa dan sempurna dengan Ia berhubungan badan dengan wanita. Libya telah membuat aturan menganai hak asuh anak pada tahun 1984, aturan tentang hak asuh anak di Libya dibuat dalam rangka untuk menjaga, merawat, mendidik, dan memenuhi kebutuhan bayi setelah dilahirkan.

            Selain itu dalam Undang-Undang di Libya tidak semua wali memiliki hak asuh anak, ada dua syarat untuk wali diperbolehkan memiliki hak asuh anak, pertama, dewasa, maka anak kecil tidak mempunyai ha katas hadanah. Kedua,berakal, wali yang tidak berakal (orang gila) tidak memiliki ha katas hadanah. Ketiga. Dapat dipercaya, serta mampu untuk mendidik dan menjaga anak.

            Dalam Undang-Undang Libya klasifikasi menenai hadanah pertama diberikan kepada perempuan atau ibu, kedua laki-laki, dan ketiga wali. Namun demikian pada dasarnya di Undang-Undang di Libya dibuat untuk kebaikan bagi anak tersebut, sehingga bisa saja ayah mendapatkan hadanah dari pada seorang perempuan atau ibu. 

Permasalahan hak asuh anak adalah permasalahan yang berkaitan dengan masalah hukum keluarga. Pada prinsipnya hak asuh anak adalah kewajiban bagi kedua orang tua (ibu dan bapak). Ibu dan bapak mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mendidik, merawat, mencukupi kebutuhan, dan lain sebagiannya bagi anak permasalahan hak asuh anak muncul kerena terjadinya percerain yang dilakukan pasangan suami istri, baik berupa cerai talak atau cerai gugat.

Dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 Pasal 41, Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 dan Undang-Undang Keluarga di Libya menyatakan bahwa yang lebih berhak atas hak asuh anak pada usia dibawah 12 tahun adalah orang (ibu atau bapaknya) yang mampu menjaga, merawat, mendidik, dan mencukupi kebutuhan anak.

Selain itu dalam Undang-Undang di Libya ada syarat-syarat yang harus terpenuhi. Pertama, dewasa. Kedua. Berakal. Begitu juga dalam permasalahan klasifikasi hak asuh anak baik dalam fikih Islam dan Undang-Undang Keluarga di Libya yang dipertimbangkan adalah kebaikan, merawat,  kecupukan sandang pakan pangan, pendidikan, dan lain sebagiannya. Maka perempuan dan laki-laki mempunyai klasifikasi yang sama dalam hak asuh anak.

https://nujateng.com/2021/06/bagaimana-hadanah-di-indonesia-dan-libya/

Author: nu jateng